Jumat, 14 Maret 2014

La Tahzan........... Hadapi Hidup Ini Apa Adanya!

Hadapi Hidup Ini Apa Adanya!

     Kondisi dunia ini penuh kenikmatan, banyak pilihan, penuh rupa, dan banyak warna. Semua itu bercampur baur dengan kecemasan dan kesulitan hidup. Dan, Anda adalah bagian dari dunia yang berada dalam kesukaran. Anda tidak akan pernah menjumpai seorang ayah, isteri, kawan, sahabat, tempat tinggal, atau pekerjaan yang padanya tidak terdapat sesuatu yang menyulitkan. Bahkan, kadangkala justru pada setiap hal itu terdapat sesuatu yang buruk dan tidak Anda sukai. Maka dari itu, padamkanlah panasnya keburukan pada setiap hal itu dengan dinginnya kebaikan yang ada padanya. Itu kalau Anda mau selamat dengan adil dan bijaksana. Pasalnya, betapapun setiap luka ada harganya. Allah menghendaki dunia ini sebagai tempat bertemunya dua hal yang saling berlawanan, dua jenis yang saling bertolak belakang, dua kubu yang saling berseberangan, dan dua pendapat yang saling berseberangan. 
     Yakni, yang baik dengan yang buruk, kebaikan dengan kerusakan, kebahagiaan dengan kesedihan. Dan setelah itu, Allah akan mengumpulkan semua yang baik, kebagusan dan kebahagian itu di surga. Adapun yang buruk, kerusakan dan kesedihan akan dikumpulkan di neraka. "Dunia ini terfaknat, dan terhhnat Semua yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan semua yang berkaitan dengannya, seorang yang 'alim dan seorang yang belajar," begitu hadist berkata. Maka, jalanilah hidup ini sesuai dengan kenyataan yang ada. Jangan larut dalam khayalan. 
     Dan, jangan pernah menerawang ke alam imajinasi. Hadapi kehidupan ini apa adanya; kendalikan jiwa Anda untuk dapat menerima dan menikmatinya! Bagaimanapun, tidak mungkin semua teman tulus kepada Anda dan semua perkara sempurna di mata Anda. Sebab, ketulusan dan kesempurnaan itu ciri dan sifat kehidupan dunia. Bahkan, isteri Anda pun tak akan pernah sempurna di mata Anda. Maka kata hadist, "Janganlah seorang mukmin mencela seorang mukminah   (isterinya), sebab jika dia tidak suka pada salah satu kebiasaannya maka dia bisa menerima kebiasaannya yang lain." Adalah seyogyanya bila kita merapatkan barisan, menyatukan langkah, saling memaafkan dan berdamai kembali, mengambil hal-hal yang mudah kita lakukan, meninggalkan hal-hal yang menyulitkan, menutup mata dari beberapa hal untuk saat-saat tertentu, meluruskan kangkah, dan mengesampingkan berbagai hal yang mengganggu.

La Tahzan.......... Berbuat Baik Terhadap Orang Lain, dan Melapangkan Dada

Berbuat Baik Terhadap Orang Lain, dan Melapangkan Dada
     Kebajikan itu sebajik namanya, keramahan seramah wujudnya, dan kebaikan sebaik rasanya. Orang-orang yang pertama kali akan dapat merasakan manfaat dari semua itu adalah mereka yang melakukannya. Mereka akan merasakan "buah"nya seketika itu juga dalam jiwa, akhlak, dan nurani mereka. Sehingga, mereka pun selalu lapang dada, tenang, tenteram dan damai. Ketika diri Anda diliputi kesedihan dan kegundahan, berbuat baiklah terhadap sesama manusia, niscaya Anda akan mendapatkan ketentraman dan kedamaian hati. Sedekahilah orang yang papa, tolonglah orang-orang yang terzalimi, ringankan beban orang yang menderita, berilah makan orang yang kelaparan, jenguklah orang yang sakit, dan bantulah orang yang terkena musibah, niscaya Anda akan merasakan kebahagiaan dalam semua sisi kehidupan Anda! Perbuatan baik itu laksana wewangian yang tidak hanya mendatangkan manfaat bagi pemakainya, tetapi juga orang-orang yang berada di sekitarnya. Dan manfaat psikologis dari kebajikan itu terasa seperti obat-obat manjur yang tersedia di apotik orang-orang yang berhati baik dan bersih. Menebar senyum manis kepada orang-orang yang "miskin akhlak" merupakan sedekah jariyah. Ini, tersirat dalam tuntunan akhlak yang berbunyi, "... meski engkau hanya menemui saudaramu dengan wajah berseri." (Al-Hadits) 

     Sedang kemuraman wajah merupakan tanda permusuhan sengit terhadap orang lain yang hanya diketahui terjadinya oleh Sang Maha Gaib. Seteguk air yang diberikan seorang pelacur kepada seekor anjing yang
kehausan dapat membuahkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Ini merupakan bukti bahwa Sang Pemberi pahala adalah Dzat Yang Maha Pemaaf, Maha Baik dan sangat mencintai kebajikan, serta Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Wahai orang-orang yang merasa terancam oleh himpitan kesengsaraan, kecemasan dan kegundahan hidup, kunjungilah taman-taman kebajikan, sibukkan diri kalian dengan memberi, mengunjungi, membantu, menolong, dan meringankan beban sesama. Dengan semua itu, niscaya kalian akan  mendapatkan kebahagiaan dalam semua sisinya; rasa, warna, dan juga hakekatnya. {Padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya. Tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Rabb-nya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.} (QS. Al-Lail: 19-21)

La Tahzan.......... Jangan Mengharap "Terima Kasih" dari Seseorang

Jangan Mengharap "Terima Kasih" dari Seseorang

     Allah menciptakan para setiap hamba agar selalu mengingat-Nya, dan Dia menganugerahkan rezeki kepada setiap makhluk ciptaan-Nya agar mereka bersyukur kepada-Nya. Namun, mereka justru banyak yang menyembah dan bersyukur kepada selain Dia. Tabiat untuk mengingkari, membangkang, dan meremehkan suatu kenikmatan adalah penyakit yang umum menimpa jiwa manusia. Karena itu, Anda tak perlu heran dan resah bila mendapatkan mereka mengingkari kebaikan yang pernah Anda berikan, mencampakkan budi baik yang telah Anda tunjukkan. Lupakan saja bakti yang telah Anda persembahkan. Bahkan, tak usah resah bila mereka sampai memusuhi Anda dengan sangat keji dan membenci Anda sampai mendarah daging, sebab semua itu mereka lakukan adalah justru karena Anda telah berbuat baik kepada mereka. {Dan, mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya) kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka.} (QS. At-Taubah: 74)

     Coba Anda buka kembali catatan dunia tentang perjalanan hidup ini! Dalam salah satu babnya diceritakan: syahdan, seorang ayah telah memelihara anaknya dengan baik. la memberinya makan, pakaian dan minum, mendidikanya hingga menjadi orang pandai, rela tidak tidur demi anaknya,rela untuk tidak makan asal anaknya kenyang, dan bahkan, mau bersusah payah agar anaknya bahagia. Namun apa lacur, ketika sudah berkumis lebatdan kuat tulang-tulangnya, anak itu bagaikan anjing galak yang selalu menggonggong kepada orang tuanya. la tak hanya berani menghina, tetapi juga melecehkan, acuh tak acuh, congkak, dan durhaka terhadap orang tuanya. Dan semua itu, ia tunjukkan dengan perkataan dan juga tindakan. Karena itu, siapa saja yang kebaikannya diabaikan dan dilecehkan oleh orang-orang yang menyalahi fitrahnya, sudah seyogyanya menghadapi  semua itu dengan kepala dingin. Dan, ketenangan seperti itu akan mendatangkan balasan pahala dari Dzat Yang perbendaharaan-Nya tidak pernah habis dan sirna.

     Ajakan ini bukan untuk menyuruh Anda meninggalkan kebaikan yang telah Anda lakukan selama ini, atau agar Anda sama sekali tidak berbuat baik kepada orang lain. Ajakan ini hanya ingin agar Anda tak goyah dan terpengaruh sedikitpun oleh kekejian dan pengingkaran mereka atas semua kebaikan yang telah Anda perbuat. Dan janganlah Anda pernah bersedih dengan apa saja yang mereka perbuat. Berbuatlah kebaikan hanya demi Allah semata, maka Anda akan menguasai keadaan, tak akan pernah terusik oleh kebencian mereka, dan tidak pernah merasa terancam oleh perlakuan keji mereka. Anda harus bersyukur kepada Allah karena dapat berbuat baik ketika orang-orang di sekitar Anda berbuat jahat. Dan, ketahuilah bahwa tangan di atas itu lebih baik dari tangan yang di bawah. {Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.} 
(QS. Al-Insan: 9).

La Tahzan.......... Jangan Bersedih Atas Apa yang Masih Mungkin Akan Terjadi!

Jangan Bersedih Atas Apa yang Masih Mungkin Akan Terjadi!

     Dalam kitab Taurat disebutkan bahwa kebanyakan hal yang ditakuti   tidak pernab terjadi. Ini berarti, kebanyakan kekhawatiran manusia itu tidak akan terjadi. Karena, dalam otak manusia itu memang lebih banyak khayalan daripada kabar kebenaran yang pasti terjadi. Seorang penyair mengatakan, Aku berkata pada kalbuku saat didera rasa takutyang mengejutkan, "Bergembiralah, sebab kebanyakan hal yang kau takuti adalah dusta" Artinya, manakala sebuah peristiwa terjadi pada diri Anda, atau Anda mendengar ramalan tentang suatu bencana, Anda tak perlu resah, cemas, dan bersedih. Sebab, berita-berita dan kemungkinan-kemungkinan itu tidaklah benar. Jika ada yang mampu mengubah takdir, pastilah akan mencarinya. Namun jika tidak, maka tinggal bagaimana takdir itu harus Anda sikapi. {Dan, aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Maka, Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka.}
(QS. Al-Mu'min: 44-45).

La Tahzan.......... Nikmatnya Ilmu Pengetahuan

Nikmatnya Ilmu Pengetahuan

     Kebahagian, kedamaian, dan ketentraman hati senantiasa berawal dari ilmu pengetahuan. Itu terjadi karena ilmu mampu menembus yang samar, menemukan sesuatu yang hilang, dan menyingkap yang tersembunyi. Selain itu, naluri dari jiwa manusia itu adalah selalu ingin mengetahui habhal yang baru dan ingin mengungkap sesuatu yang menarik. Kebodohan itu sangat membosankan dan menyedihkan. Pasalnya, ia tidak pernah memunculkan hal baru yang lebih menarik dan segar, yang kemarin seperti hari ini, dan yang hari ini pun akan sama dengan yang akan terjadi esok hari. Bila Anda ingin senantiasa bahagia, tuntutlah ilmu, galilah pengetahuan, dan raihlah pelbagai manfaat, niscaya semua kesedihan, kepedihan dan kecemasan itu akan sirna. 
{Dan, katakanlah: "Ya Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."}
 QS. Thaha: 114)
{Bacalah dengan noma Rabb-mu Yang menciptakan.}
(QS. Al-'Alaq: 1)
"Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan pandaikan ia dalam agama." (Al-Hadits)
Janganlah seseorang sombong dengan harta atau kedudukannya, kalau memang ia tak memiliki ilmu sedikit pun. Sebab, kehidupannya tidak akan sempurna. 
{Adakah orang yang mengetahui bahvuasanya apa yang diturunkan kepadamu
itu benar sama dengan orang yang buta.}
(QS. Ar-Ra'd: 19)
      Az-Zamakhsyari, dalam sebuah syairnya berkata: Malam-malamku untuk merajut ilmu yang bisa dipetik, menjauhi wanita elok dan harumnya leher Aku mondar-mandir untuk menyelesaikan masalah sulit, lebih menggoda dan manis dari berkepit betis nan panjang Bunyi penaku yang metiari di atas kertas-kertas, lebih manis daripada berada di belaian wanita dan kekasih Bagiku lebih indah melemparkan pasir ke atas kertas daripada gadis-gadis yang menabuh dentum rebana Hai orang yang berusaha mencapai kedudukanku lewat angannya, sungguh jauh jarak antara orang yang diam dan yang lain, naik Apakah aku yang tidak tidur selama dua purnama dan engkau tidur nyenyak, setelah itu engkau ingin menyamai derajatku Alangkah mulianya ilmu pengetahuan. Alangkah gembiranya jiwa seseorang yang menguasainya. Alangkah segarnya dada orang yang penuh dengannya, dan alangkah leganya perasaan orang yang menguasainya.
{Maka, apakah orang yang berpegang teguh pada keterangan yang datang dari Rabb-nya sama dengan orang yang (setan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk dan mengikuti hawa nafsunya?}
(QS. Muhammad: 14)

La Tahzan.......... Nikmatnya Rasa Sakit

Nikmatnya Rasa Sakit

     Rasa sakit tidak selamanya tak berharga, sehingga harus selalu dibenci.  Sebab, mungkin saja rasa sakit itu justru akan mendatangkan kebaikan bagi seseorang. Bisanya, ketulusan sebuah doa muncul tatkala rasa sakit mendera. Demikian pula dengan ketulusan tasbih yang senantiasa terucap saat rasa sakit terasa. Adalah jerih payah dan beban berat saat menuntut ilmulah yang telah mengantarkan seorang pelajar menjadi ilmuwan terkemuka. la telah bersusah payah di awal perjalanannya, sehingga ia bisa menikmati kesenangan di akhirnya. Usaha keras seorang penyair memilih kata-kata untuk bait-bait syairnya telah menghasilkan sebuah karya sastra yang sangat menawan. Ia, dengan hati, urat syaraf, dan darahnya, telah larut bersama kerja kerasnya itu, sehingga syair- syairnya mampu menggerakkan perasaan dan menggoncangkan hati. Upaya keras seorang penulis telah menghasilkan tulisan yang sangat menarik dan penuh dengan 'ibrah, contoh contoh dan petunjuk.

     Lain halnya dengan seorang pelajar yang senang hidup foya-foya, tidak aktif, tak pernah terbelit masalah, dan tidak pula pernah tertimpa musibah. la akan selalu menjadi orang yang malas, enggan bergerak, dan mudah putus asa. Seorang penyair yang tidak pernah merasakan pahitnya berusaha dan tidak pernah mereguk pahitnya hidup, maka untaian qasidah-qasidah-nya hanya akan terasa seperti kumpulan kata-kata murahan yang tak bernilai. Sebab, qasidah-qasidah-nya hanya keluar dari lisannya, bukan dari perasaannya. Apa yang dia utarakan hanya sebatas penalarannya saja, dan  bukan dari hati nuraninya. Contoh pola kehidupan yang paling baik adalah kehidupan kaum mukminin generasi awal. Yaitu, mereka yang hidup pada masa-masa awal kerasulan, lahirnya agama, dan di awal masa perutusan. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan yang kokoh, hati yang baik, bahasa yang bersahaja, dan ilmu yang luas. Mereka merasakan keras dan pedihnya kehidupan. Mereka pernah merasa kelaparan, miskin, diusir, disakiti, dan harus rela meninggalkan semua yang dicintai, disiksa, bahkan dibunuh. Dan karena semua itu pula mereka menjadi orang-orang pilihan. Mereka menjadi tanda kesucian, panji kebajikan, dan simbol pengorbanan. {Yang demikian jtu ialah karena mereka ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal salih. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.}
(QS. At-Taubah: 120).
  
     Di dunia ini banyak orang yang berhasil mempersembahkan karya terbaiknya dikarenakan mau bersusah payah. Al Mutanabbi, misalnya, ia sempat mengidap rasa demam yang amat sangat sebelum berhasil menciptakan syair yang indah berikut ini: Wanita yang mengunjungiku seperti memendam malu, ia hanya mengunjungiku di gelapnya malam Syahdan, an-Nabighah sempat diancam akan dibunuh oleh Nu'man ibn al-Mundzir sebelum akhirnya mempersembahkan bait syair berikut ini: Engkau matahari, dan raja-raja yang lain bintang-bintang tatkala engkau terbit ke permukaan, bintang-bintang itu pun lenyap tenggelam Di dunia  ini, banyak orang yang kaya karena terlebih dahulu bersusah payah dalam masa mudanya. Oleh karena itu, tak usah bersedih bila Anda harus bersusah payah, dan tak usah takut dengan beban hidup, sebab mungkin saja beban hidup itu akan menjadi kekuatan bagimu serta akan menjadi sebuah kenikmatan pada suatu hari nanti. Jika Anda hidup dengan hati yang berkobar, cinta yang membara dan jiwa yang bergelora, akan lebih baik dan lebih terhormat daripada harus hidup dengan perasaan yang dingin, semangat yang layu, dan jiwa yang lemah.
{Tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan
keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka: "Tinggallah kamu bersama
orang-orang yang tinggal itu."}
(QS. At-Taubah: 46)
     Saya teringat seorang penyair yang senantiasa menjalani kesengsaraan hidup, menanggung cobaan yang tidak ringan, dan mengenyam pahitnya perpisahan. Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, ia sempat melantunkan qasidah yang indah, segar, dan jujur. Dialah Malik ibn ar-Rayyib. Ia meratapi dirinya:
Tidakkah kau lihat aku menjual kesesatan dengan hidayah dan aku menjadi seorang pasukan Ibnu Affan yang berperang Alangkah indahnya aku, tatkala aku biarkan anak-anakku taat dengan mengorbankan kebun dan semua harta-hartaku Wahai kedua sahabat perjalananku, kematian semakin dekat berhentilah di tempat tinggi sebab aku akan tinggal malam ini Tinggallah bersamaku malam ini atau setidaknya malam ini jangan kau buat lari ia, telah jelas yang akan menimpa Goreslah tempat tidurku dengan ujung gerigi dan kembalikan ke depan mataku kelebihan selendangku Jangan kau iri, semoga Allah memberkahi kau berdua dari tanah yang demikian lebar, semoga semakin luas untukku.
     Demikianlah, ungkapan-ungkapannya demikian syahdu, penyesalan yang sangat berat diucapkan, dan teriakan yang memilukan. Itu semua menggambarkan betapa kepedihan itu meluap dari hati sang penyair yang mengalami sendiri kepedihan dan kesengsaraan hidup. Ia tak ubahnya seorang penasehat yang juga pernah merasakan apa yang ia ucapkan. Dan, biasanya, perkataan atau nasehat orang seperti itu akan mudah masuk ke dalam relung kalbu dan meresap ke dalam ruh yang paling dalam. Semua itu adalah karena ia mengalami sendiri kehidupan pahit dan beban berat yang ia bicarakan.

La Tahzan.......... Mengendalikan Emosi

Mengendalikan Emosi

     Emosi dan perasaan akan bergolak dikarenakan dua hal; kegembiraan yang memuncak dan musibah yang berat. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya aku melarang dua macam ucapan yang bodoh lagi tercela: keluhan tatkala mendapat nikmat dan umpatan tatkala mendapat musibah." Dan, Allah berfirman,
{(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap
apa yang luput dan kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa
yang diberikan-Nya kepadamu.}
(QS. Al-Hadid: 23)
     Maka dari itulah, Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya kesabaran itu ada pada benturan yang pertama." Barangsiapa mampu menguasai perasaannya dalam setiap peristiwa,  baik yang memilukan dan juga yang menggembirakan, maka dialah orangyang sejatinya memiliki kekukuhan iman dan keteguhan keyakinan. Karena itu pula, ia akan memperoleh kebahagiaan dan kenikmatan dikarenakan keberhasilannya mengalahkan nafsu. Allah s.w.t. menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang senang bergembira dan berbangga diri. Namun, menurut Allah, ketika ditimpa kesusahan manusia mudah berkeluh kesah, dan ketika mendapatkan kebaikan manusia sangat kikir. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya. Itu karena merekalah orang-orang yang mampu berdiri seimbang di antara gelombang kesedihan yang keras dengan dan luapan kegembiraan yang tinggi. Dan mereka itulah yang akan senantiasa bersyukur tatkala mendapat kesenangan dan bersabar tatkala berada dalam kesusahan. Emosi yang tak terkendali hanya akan melelahkan, menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika marah, misalnya, maka kemarahannya akan meluap dan sulit dikendalikan. Dan itu akan membuat seluruh tubuhnya gemetar, mudah memaki siapa saja, seluruh isi hatinya tertumpah ruah, nafasnya tersengal-sengal, dan ia akan cenderung bertindak sekehendak nafsunya. Adapun saat mengalami kegembiraan, ia menikmatinya secara berlebihan, mudah lupa diri, dan tak ingat lagi siapa dirinya.
     Begitulah manusia, ketika tidak menyukai seseorang, ia cenderung menghardik dan mencelanya. Akibatnya, seluruh kebaikan orang yang tidak  ia sukai itu tampak lenyap begitu saja. Demikian pula ketika menyukai orang lain, maka orang itu akan terus ia puja dan sanjung setinggi-tingginya seolah-olah tak ada cacatnya. Dalam sebuah hadist dikakatan: uCintailah orang yang engkau cintai sewajarnya, karena siapa tahu ia akan menjadi musuhmu  di lain waktu, dan bencilah musuhmu itu sewajarnya, karena siapa tahu dia menjadi sahabatmu di lain waktu." Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda, "Ya Allah saya minta pada-Mu keadilan pada saat marah dan lapang dada."
     Barangsiapa mampu menguasai emosinya, mengendalikan akalnya dan menimbang segalanya dengan benar, maka ia akan melihat kebenaran, akan tahu jalan yang lurus dan akan menemukan hakekat.  {Sesungguhnya, Kami telah mengutus rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.}
(QS. Al-Hadid: 25)
      Islam mengajarkan keseimbangan norma, budi pekerti, dan perilakusebagaimana ia mengajarkan manhaj yang lurus, syariat yang diridhai, dan agama yang suci.
{Dan, demikianlah (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan.}
(QS. Al-Baqarah: 143)
     Keadilan merupakan tuntutan yang ideal sebagaimana ia dibutuhkan dalam penerapan hukum. Itu terjadi, karena pada dasarnya Islam dibangun di atas pondasi kebenaran dan keadilan. Yakni, benar dalam memberitakan berita-berita Ilahi dan adil dalam menetapkan hukum, mengucapkan perkataan, melakukan tindakan dan berbudi pekerti. Dan, {Telah sempurnalah kalimat Rabb-mu (al-Qur'an) sebagai kalimat yang benar dan adil.}